Shaum Ramadan: Kewajiban Utama dalam Islam
Shaum Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, bagaimana jika seseorang tidak mampu melaksanakan pada waktunya? Jawabannya tentu mengganti puasa tersebut (qadha) pada hari lain di luar bulan Ramadan. Lantas, muncul sebuah pertanyaan yang sering kali diperbincangkan: Apakah shaum sunnah tidak akan diterima sebelum utang qadha diselesaikan?
Apa Itu Qadha Shaum
Qadha shaum adalah kewajiban mengganti hari-hari saum Ramadan yang ditinggalkan karena alasan syar’i, seperti sakit atau dalam perjalanan. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak shaum), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak shaum itu) pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Berdasarkan ayat ini, qadha shaum memiliki waktu yang cukup fleksibel, yaitu selama dilakukan sebelum datangnya bulan Ramadan berikutnya.
Hadis tentang Larangan Shaum Sunnah Sebelum Qadha
Beberapa ulama menyebutkan sebuah hadis yang mendukung pandangan bahwa qadha harus diselesaikan sebelum melakukan shaum sunnah. Hadis tersebut adalah:
“Barang siapa yang mendapatkan Ramadan sedangkan dia punya utang shaum yang belum diqadha, maka tidak akan diterima shaum darinya. Dan barang siapa yang shaum sunat, sedangkan punya utang shaum Ramadan yang belum diqadha, maka tidak akan diterima shaumnya selama belum dibayar.” (HR Ahmad 2/352)
Namun, hadis ini dianggap dhaif (lemah) oleh para ulama karena dalam sanadnya terdapat perawi bermasalah, yaitu Ibnu Lahi’ah. Berikut kritik ulama terhadap perawi ini:
- Ibnu Ma’in menilai Ibnu Lahi’ah sebagai dhaif (tidak dapat dijadikan hujah).
- Ibnu Hajar menyebutkan bahwa riwayat Ibnu Lahi’ah tidak dapat dipercaya, terutama setelah kitab-kitabnya terbakar.
- Hadis ini juga dinyatakan dhaif oleh Syaikh Syu’aib al-Arna’uth dan Syaikh Al-Albani dalam berbagai kitab tahqiq.
Hadis Sahih yang Menerangkan Fleksibilitas Pelaksanaan Qadha Shaum
Selain hadis di atas, terdapat riwayat sahih yang justru menunjukkan bahwa qadha shaum dapat dilakukan dengan fleksibilitas waktu, baik secara berturut-turut maupun berselang.
“Mengqadhashaum Ramadan ini, jika ingin berselang, berselanglah, dan jika ingin berturut-turut, berturut-turutlah.” (HR Ad-Daraquthni)
Hal ini sejalan dengan tafsir Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa tidak masalah jika qadha dilakukan secara berselang, karena Allah berfirman: “Shaumlah pada hari-hari yang lain.”
Kesimpulan Hukum
Berdasarkan keterangan di atas, berikut kesimpulannya:
- Hadis tentang larangan shaum sunnah sebelum qadha adalah dhaif, sehingga tidak dapat dijadikan landasan hukum.
- Qadha shaum Ramadan dapat dilakukan kapan saja, baik secara berturut-turut maupun berselang, selama tidak melewati Ramadan berikutnya.
- Seorang Muslim dianjurkan untuk menyegerakan qadha sebagai bentuk tanggung jawab dan menunjukkan semangat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).
Praktik Terbaik dalam Mengatur Qadha dan Shaum Sunat
Utamakan Qadha
Menyelesaikan utang qadha lebih dulu adalah pilihan yang bijak dan aman, sehingga Anda tidak memiliki beban tanggungan ibadah.
Shaum Sunnah Diperbolehkan
Jika Anda telah memiliki jadwal untuk menyelesaikan qadha dan ingin menunaikan shaum sunnah, hal ini diperbolehkan selama tidak ada dalil sahih yang melarangnya.
Manfaatkan Waktu dengan Bijak
Lakukan qadha secepat mungkin untuk menghindari menumpuknya kewajiban atau kehilangan kesempatan jika kondisi tidak memungkinkan di masa depan.
Shaum adalah ibadah yang agung dengan banyak keutamaan. Baik itu qadha maupun sunnah, semua harus dilaksanakan dengan niat ikhlas dan sesuai tuntunan syariat. Meskipun hadis tentang tidak diterimanya shaum sunnah sebelum qadha adalah dhaif, tetaplah prioritaskan kewajiban terlebih dahulu sebagai wujud tanggung jawab kepada Allah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor: Muhammad Rizal Fadillah
Penulis : Ahmad Wandi, M.Pd, adalah Kepala SDIT Istiqomah Lembang, anggota Musaíd Dewan Hisbah Persatuan Islam, dan Bidgar Dakwah PD Persis KBB. Beliau juga aktif sebagai asatidz di Pesantren Persis 50 Lembang.